Scroll untuk baca artikel

Gonjang Ganjing Perubahan APBD Ende Tahun Anggaran 2025

×

Gonjang Ganjing Perubahan APBD Ende Tahun Anggaran 2025

Sebarkan artikel ini
Reporter: Tommy M. Nulangi |  Editor: Redaksi
IMG 20251005 102221
Adrianus Pala, SH, MH, Pengacara Publik, Tinggal di Jakarta.

Oleh: Adrianus Pala, SH, MH
Pengacara Publik

OPINI, RAKYATFLORES.COM-Bupati Ende dalam sidang paripurna DPRD menyampaikan kebijakannya untuk tidak melakukan perubahan APBD tahun anggaran 2025 dan telah juga menerbitkan peraturan kepala daerah (Perkada) penjabaran APBD hasil efisiensi merujuk Instruksi Presiden (Inpres) Nomor: 1/2025 jo Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor: 29/2025 tanpa melakukan perubahan APBD 2025. Hal ini oleh sebagian orang termasuk anggota DPRD dianggap berbahaya, bisa terjadi kemandekan pembangunan dan memiliki konsekuensi hukum.

Advertising
ads
Advertising

Tentu saja kita perlu memahmi postur APBD tahun anggaran 2025 dan kondisi keuangan Kabupaten Ende secara baik sebelum memberikan pendapat. Kita perlu memberikan penjelasan secara rinci dengan rujukan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai pengelolaan anggaran dan keuangan daerah.

Secara umum, perubahan APBD atau tidak melakukan perubahan APBD dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan alasan yang sama yaitu apakah ada perkembangan yang signifikan dari asumsi KUA-PPAS dalam APBD, apakah ada kondisi mendesak yang memerlukan perubahan kebijakan dalam sasaran dan prioritas pembangunan dalam APBD atau apakah ada kondisi surplus atau defisit anggaran yang sangat besar dalam keuangan daerah.

Baca Juga :   APBD Tanpa Perubahan, Ende Berisiko Mandek

Untuk Kabupaten Ende, kenapa Bupati memilih untuk tidak melakukan perubahan APBD? Dari hasil penelusuran penulis, ternyata pilihan Bupati untuk tidak melakukan perubahan APBD dapat dimaklumi karena Kondisi keuangan Kabupaten Ende hari ini sangat sulit dalam kondisi defisit anggaran yang tinggi dengan beban utang pihak ketiga dan beban wajib yang juga sulit teratasi. Kondisi ini sudah disampaikan bupati dalam sidang paripurna DPRD Kabupaten Ende dan hal itu sudah cukup menjadi alasan untuk tidak melakukan perubahan APBD Tahun Anggaran 2025. Apalagi dari postur APBD 2025 ternyata memang tidak ada perkembangan yang mendasar terkait dengan asumsi KUA-PPAS, dan tidak ada kondisi mendesak yang memerlukan perubahan dalam sasaran dan prioritas pembangunan.

Baca Juga :   Kegembiraan Masyarakat Ende atas Pelantikan Anggota DPRD 2024-2029

Beruntung bagi Pemerintah Kabupaten Ende karena kebijakan efisiensi pemerintah pusat telah membantu Pemda Ende untuk menggeser dan mengalokasikan anggaran hasil efisiensi ke sektor-sektor penting yang mendukung visi dan misi kepala daerah terkait dengan pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur pendukung PAD. Pengalokasian anggaran hasil efisiensi ini dilakukan dengan mekanisme dituangkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Hal ini dimungkinkan berdasarkan ketentuan Inpres Nomor: 1/2025 dan KMK Nomor: 29/2025 bahwa pengalokasian anggaran efisiensi dilakukan dengan penerbitan perkada penjabaran APBD  melalui Perda perubahan APBD bagi daerah yang melakukan perubahan APBD dan penerbitan perkada penjabaran APBD melalui mekanisme Laporan Realisasi Anggaran (LRA) bagi daerah yang tidak melakukan perubahan APBD. Alokasi anggaran hasil efisiensi ini nantinya diberitahukan ke DPRD dan dilaporkan ke Gubernur merujuk pada ketentuan Inpres Nomor: 1/2025 dan KMK Nomot. 29/2025.

Baca Juga :   Kualitas Hidup Kita Tercermin Lewat Sikap, Perilaku, Tutur Kata, dan Tindakan

Jadi jelas kebijakan Bupati sudah sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beruntung Pemda Ende memiliki Bupati cerdas dan paham tentang keuangan daerah dan tidak melakukan kesalahan yang sama dengan pendahulunya. Sebagai contoh, tahun 2024, Pemda Ende bersama DPRD melakukan perubahan APBD dengan melakukan perubahan KUA dan PPAS tanpa dasar hukum dan keadaan mendesak. Kemudian perubahan APBD juga dilakukan sebagai landasan untuk dapat melakukan eksekusi pokok pikiran (pokir). Akibatnya terjadilah utang pihak ketiga sebesar Rp. 49 yang kemudian menjadi beban pemerintah saat ini. Ini bukti tata kelola anggaran yang buruk berindikasi pidana korupsi.